Kaum Buruh dalam Perpektif Institusional,
ade wenyta teresia
Perspektif ini melihat bahwa masalah sosial merupakan salah satu bagian dari bentuk kondisi sosial, dimana yang menjadi objek studi yakni masyarakat itu sendiri, hal ini dapat dilihat dan dijelaskan berdasarkan 2 alasan yakni masyarakatlah yang menimbulkan suatu kondisi yang menyebabkan terjadinya kerugian fisik dan mental dalam berbagai kehidupan sosial, tindakan dan kondisi yang melanggar norma dan nilai terjadi dalam lingkungan masyarakat(Soetomo, 2013;115), berdasarkan penjelasan diatas kalau dikaitkan dengan kaum buruh, mereka seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya akibat dari adanya kebijakan-kebijakan dari struktur sosial yang tidak berpihaka kepada mereka, terkadang mereka juga mengalami kerugian secara fisik dan mental terutama pada lingkungan kerja, tak ayal mereka sering melakukan tindakan yang diskriminasi bahkan sangat kejam seperti hal yang terjadi para buruh migran yang mendapakan tindakan kekerasan dari para majikan, akibat hal ini pula lah yang membuat mereka terkadang khilaf dan melanggar perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat seperti membunuh dan akibatnya mereka tak kala banyak terkena hukuman pancung padahal itu semua dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri, kemudian misalnya buruh pabrik yang kecewa terhadap kinerja kerja perusahaan yang mendiskriminasi mereka, jam kerja padat, gaji yang minim, jaminan keselamatan tidak ada hingga akhirnya membuat bentrok dan terjaidi konflik antar kelas antara kaum buruh dan para majikan dan hal iniliah yang terkadang membuat kerugian baik fisiki maupun mental yang dialami kaum buruh. Semua ini terjadi karena adanya ketidakadilan atau diskriminasi dari kebijakan sehingga membuat para buruh terpinggirkan dan teralineasi dari lingkungan masyarakat. Hal ini semua akibat dari perbuatan masyarakat itu sendiri yang bermula dari kebijakan yang dibuat oleh kaum pemilik modal dan elit pemerintahan atau adanya diskriminasi dari sistem itu sendiri, bahwa perspektif institusional cenderung melakukan studi masalah sosial dari pendekatan dari System Blame approach, menurut Eitzen yakni cenderung melacak latar belakang dari cacat sistem (Soetomo, 2013;116).
Menurut perspektif ini, masyarakat tersusun atas suatu struktur dimana sebagaimana anggota masyarakat mempunyai kekuatan (Power) termasuk penguasaan, lapisan ini mampu mengendalikan dan mengontrol kehidupan sosial ekonomi dalam sistem sosialnya, sebab akibat lebih lanjut yakni adanya ketimpangan dan distribusi yang tidak merata antara lapisan yang menguasai Power, resources dan kesempatan, dibanding lapisan lain. Berdasarkan penjelasan diatas sangatlah jelas adanya ketidakadilan terhadap pemerataan seperti tersebarnya lapangan pekerjaan yang tidak disesuaikan dengan jumlah angkatan kerja yang sangat berlimpah efeknya para tenaga kerja kesulitan untuk mencari pekerjaan apalagi faktor karena keterbatasan skill, hal ini juga bisa dikaitkan dengan sistem yang ada yakni struktur pemerintahan yang mengeluarkan kebijakan namun cenderung merugikan masyarakatnya, bermula mengeluarkan sebuah kebijakan untuk mengatasi kemiskinan natural seperti kebijakan untuk pendidikan, kesehatan, kemudian lapangan pekerjaan, namun karena keserakahan dari para elit kekuasaan maka jadinya setiap proyek yang ada bukan jatuh ketangan yang berhak namun cuman bisa berada di birokrasi akibat inilah sehingga negara Indonesia mengalami kemiskinan struktural yakni kemiskinan yang disebakan karena dana yang ada dikorupsi oleh elit kekuasaan. Menurut perspektif ini, masalah kemiskinan bukan disebabkan karena adanya cacat individual dari kalangan miskin, seperti cacat pembawaan, cacat fisik maupun mental, atau cacat kultural melainkan disebabkan karena adanya Institusional discrimination terutama dalam bentuk perbedaan penguasaan, peluang, akses terhadap berbagai informasi dan pelayanan dalam struktur sosialnya,(Soetomo,2013;119)
Sama halnya dengan tindakan diskriminasi yang dialami oleh masalah sosial yang terjadi pada buruh yang dikarenakan system blame approach, ketidakadilan yang dialami para kaum buruh, kaum buruh memiliki keterbatasan dalam memperoleh pendapatan atau minimnya mereka pada umumnya berada pada garis kemiskinan yakni garis kehidupan yang membuat mereka berada dalam kondisi yang serba kekurangan atau keterbatasan dana atau minimnya sumber dasar-dasar hidup untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya seperti, jaminan kesehatan, pendidikan, rasa aman, tempat tinggal,pelayanan sosial lainya dan lain sebagainya. Adanya ketidakadilan yang didapatkan dari kebijakan-kebijakan yang diperoleh yakni upah yang sangat minimum, jaminan keselamatan,terkadang mereka teralinieasi dari lingkungan pekerjaan mereka sehingga kurangnya interaksi sosial antara kaum pekerja yang lainnya. , hal ini dikarenakan ketidakmerataan dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang mestinya menjadi hak mereka. Akibat angka kemiskinan yang tinggi karena adanya tindakan kebijakan-kebijakan yang tidak merata untuk kaum buruh dari struktur pemerintahan.
Sebagai contoh lainya yang dialami kaum buruh pabrik, yakni Bahwa adanya sistem kapitalisme dari perusahaan membuat adanya pembagian kelas-kelas yakni antara kaum proletar(Pemilik modal) atau kelas buruh di satu pihak dan borjuis,.
Analisis keterasingan di dalam produksi sistem kapitalis bahwa semakin maju kapitalisme, akan semakin miskin pula kondisi yang akan dihadapin seorang buruh, dan hal ini sangat menyengsarakan kaum buruh pabrik. Ketidakadilan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada akhirnya berpengaruh pada diskriminatif terhadap kaum buruh pabrik, hal ini dikarenakan sistem upah yang rendah, jam kerja yang padat dan mereka kesulitan untuk istirahat karena diawasin terus oleh pihak perusahaan, tidak adanya jaminan sosial yang mereka terima, rasa aman dan akibatnya mereka teralineasi dari hasil produksi nya sendiri, sebab mereka ketidakmampuan mereka untuk membeli barang-barang produksinya. Tapi apa daya mereka harus tetap kerja karena mereka butuh untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kesalahan pemerintah yang mesti mengeluarkan kebijakan-kebijakan keselamatan dengan memberikan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan, hal ini semua dilakukan agar tidak merugikan kaum buruh, dikarenakan sistem kerja perusahaan yang cenderung menyiksa kaum buruh, sebab kerja yang mereka lakukan tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan yakni upah yang rendah sekali, sedangkan jam kerja mereka lebih dari 24 jam. adanya perpanjangan jam kerja dan eksploitasi kaum buruh merupakan salah satu kinerja kerja yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Terkadang para pemilik modal menekan biaya produksi, penurunan upah yang sangat minimum dilakukan oleh para pemilik modal. ketidakadilan mereka dapatkan terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan terhadap kaum buruh ini yang menyebabkan mereka dalam kondisi termarginalisasi ditengah kondisi pekerjaanya.
Buruh migran, masalah sosial yang disebakan karena System Blame Approach, yakni adanya upah yang diterima pada buruh migrant di bawah standar atau minimum/rendah sekali dari tenaga kerja dari Negara lain, hal ini dikarenakan penghitungannya berdasarkan kemampuan bahasa, Negara asal, dan tingkat pendidikan. Berdasarkaan hal tersebut adanya tindakan diskriminasi yang dialami buruh migran atau TKI/TKW. Jam kerja yang berlebih dalam satu minggu. Rata-rata para buruh migrant bekerja selama 101-108 jam per minggu nya, di atas waktu rata-rata yang ditetapkan oleh standar internasional. Hal ini dikarena tidak adanya jaminan keselamatan para buruh migran sebab adanya ketidakadilan dari pemerintah setempat terhadap pengawasan kepada para Buruh migran. Waktu yang tidak wajar ini juga yang membuat mereka teralineasi dari lingkungan sekitar. Tindakan kekerasan yang sering dialami para buruh migran, hal ini menunjukan perlindungan negara terhadap buruh migran sangatlah lemah. pendapatan yang rendah atau minim, keterbatasan kemampuan/ keahlihan, rasa aman dan jaminan yang rendah, keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, tidak adanya perlindungan pekerjaan, ketidakadilan pendapatan, kurangnya pekerjaan dan semua itu terjadi pada tenaga kerja indonesia yang bekerja ke luar negeri, padahal mereka adalah devisa negara, setidaknya pemerintah perlu memberikan kebijakan-kebijakan yang dapat melindungi para buruh migrant. Bahwa menurut perspektif institusional yang didasari oleh teori konflik mempunyai anggapan bahwa selama struktur sosial dan instituisi sosial yang mengakibatkan kondisi ketidakadilan itu belum diubah atau belum diganti, maka selama itu pula berbagai masalah sosial masih akan tetap bertahan. (Soetomo, 2013; 121)
Berdasarkan penjelasan diatas menurut perspektif institusional, kaum social eksclusion seperti kaum buruh terjadi masalah sosial disebabkan karena System Blame Aproach, masalah sosial yang terjadi karena ketidakadilan kebijakan-kebijakan dari sistem yang ada terhadap kaum buruh sehingg menyebabkan upah buruh rendah, jam kerja yang padat, jaminan buruh rendah, tidak adanya rasa aman, perlindungan terhadap buruh yang lemah. Akibatnya mereka berada pada kaum yang termaginal/terpinggirkan/teralineasi dari lingkungan masyarakat sekitar akibat dari ketidakadilan sistem pemerintahan dan perusahaan terhadap kaum buruh.
Refrensi;
Soetomo. 2013. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahanya.Yogyakarta; Pustaka Pelajar